Baratayuda1 Moklas Learning. Buku baratayudha (part 1) Paguyuban Pecinta Wayang. Kisah teladan sunan muria Dadang Furqon. Cerita rakyat daerah jawa barat Cerita rakyat bahasa jawa, Keong Mas, Jaka Tarub, Rawa Pening Agoeng R Aiueo. CERITA RAKYAT MENGGUNAKAN BAHASA JAWA (ARISKA COMPNET)
Mulabukane Perang Baratayudha Sadurunge mandhita BegawanAbiyasa kuwi Ratu Ngastina jejuluh Prabu Kresna Dwipayana duwe anak telu, Raden Destarastra, Raden Pandhudewanata lan Raden Widura. Raden Destarastra mripale wuta. Raden Pandhu gulune lengeng. Raden Widura sikile gejik. Anake ratu Ngestina telu-telune cacat. Gandheng Raden Destarastra wuta mula ora dadi ratu. Sing madeg ratu Raden Pandhu. Jejuluke Prabu Pandudewanata. Prabu Pandhu duwe anak lima lanang kabeh, mula dijenengi Pandhawa lima. Pambarepe Raden Punta, panenggake Raden Bratasena, penengahe Raden Janaka banjur kembar Raden Pinten lan Raden Tangsen. Raden Destarastra duwe anak satus dijenengi sata kurawa. Tegese kurawa cacah satus, lanang 99 lan wadon siji jenenge Dewi Dursilawati. Pambarepe Raden Jaka Pitana utawa suyudana. Nomer loro Raden Pursasana, Raden Kartamarma, Raden Durmagati, Raden Citaraksa lan Raden Citraksi. Prabu Pandhu mati nalika Pandhawa isih cilik-cilik. Mula keprabon Ngastina banjur dipasrahake marang adipati Dhestarastra minangka Prabu Wakil. Sang Prabu wakil banjur wisuda Raden Jaka Pitana dadi ratu Ngastina jejuluke Prabu Duryudana. Nalika Pandhawa wis gedhe, Raden Puntha wis dadi ratu ing ngamarta. Najan wis dadi ratu,Prabu Puntadewa tetep njaluk baline keraton Ngastina. Para kurawa ora ngulungake. Pungkasane dadi perang gedhe kang diarani perang Barathayudha. Perang rebutan warisan jalaran padha murkane. Prabu Duryudana murka ora gelem mbalekake. Negara Ngastina sanajan mung dijaluk separo negara. Prabu Puntadewa ya murka, wis duwe negara isih kemelikan njaluk negara warisan. Pungkasane perang Barathayudha, para Kurawa mati kabeh kari putune siji aran Raden Parikesit. Sedulur tunggal embah Kurawa lan Pandhawa ora kena kanggo tuladha. Jalaran paten-patenan mung amarga rebutan warisan. Kamangka jeneng sedulur mono kudu rukun. Kaya unen-unen kuna ”Rukun Agawe santosa. Crah agawe bubrah”
dalamBhagafat Gita Kresna menunjukkan wujud ketuhanannya''Cerita Baratayuda Versi Jawa â€" BaseDroid May 2nd, 2018 - Profil Tokoh Dan Pemain New Mahabarata Kaskus The Largest Kisah Kakawin Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru dengan Di Yogyakarta cerita Baratayuda ditulis ulang dengan judul Serat Perlu anda
BAGI masyarakat Jawa,kehidupan sehari-hari adalah senatiasa terbentuk dan memiliki kaitan terhadaptiga hal yang saling berkelindan. Hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, serta hubungan manusia dengan Tuhan adalah tiga serangkai elemen kehidupan sehari-hari yang dimaksud. Pemahaman semacam tadi selaras dengan konsep Tri Hita Karana tiga sumber kebahagiaan yang berakar dari zaman Jawa Kuna dan hingga kini masih berkembang dalam masyarakat Bali yang melestarikan ajaran Hindu. Memiliki pula keselarasan dengan konsep khalifah dalam ajaran Islam yang dikenal lebih belakangan oleh masyarakat Jawa. Pemahaman tersebut menegaskan bahwa dalam kondisi apapun, manusia di alam semesta tidak bisa dilepaskan dan memang menjalani hidup yang bergerak menuju kepada Sang Ilahi. Dalam masyarakat Jawa, ini dikenal sebagai konsep sangkan paraning dumadi. Apa yang dituliskan oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam bait I Serat Wedhatama sedikit banyak dapat menggambarkan spirit ideal tersebut . Kang tumrap neng tanah Jawa agama ageming aji. Bagi mereka yang mendiami tanah Jawa, agama adalah berguna sebagai penentu martabat Dalam menyampaikan pesan atau petuah moral, orang Jawa seringkali memakai narasi karya sastra ataupun cerita tutur, yang sering kali merupakan narasi-narasi yang berakar dari zaman Jawa Kuna dengan banyak warna pengaruh Hindu-Buddha bersenyawa di dalamnya. Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java menegaskan bahwa Islam yang datang ke Jawa pun tidak sanggup menghapus konsep ini. Bahkan Raffles sendiri mengakui dirinya tidak mampu memahami ruang batin dan logika binner orang Jawa. P. Swantoro dalam Dari Buku ke Buku 2016 mengatakan bahwa melalui kajian karya sastra dapat diketahui cara berpikir para pujangga yang mewakili orang Jawa kala itu. Sementara bila berbicara tentang karya sastra, Zoetmulder dalam Kalangwan 1983 menggambarkan bahwa karya sastra di Jawa telah berkembang sejak masa Jawa Kuna atau masa dominasi Hindu/Buddha. Secara historis, karya sastra warisan Jawa Kuna tidak pula terlepas dari pengaruh India. Namun,oleh masyarakat Jawa dengan kearifan lokalnya, karya-karya sastra India digubah dan ditulis pujangga Jawa sesuai dengan alam berpikir masyarakat Jawa. Bahkan hal ini memengaruhi tradisi tulis di Jawa dengan munculnya aksara dan bahasa Jawa Kuna yang merupakan salah satu dialek bahasa pribumi di Jawa. Ramayana Salah satu karya sastra India yang digubah ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan bahkan disesuaikan kepada latar budaya Jawa adalah epos Ramayana. Di Jawa, cerita ini digubah pujangga Jawa menjadi bentuk kakawin dan ditulis dalam bahasa Kawi maupun Jawa Baru. Cerita ini biasanya ditampilkan dalam seni wayang, sendratari, bahkan dipahatkan dalam relief candi seperti Candi Prambanan dan Candi Panataran. Secara keseluruhan, wiracarta Ramayana di Jawa sama dengan India, yaitu berkisah tentang Rama, awatara Wisnu dalam wujud ksatria, yang menjalani pengembaraan selama 14 tahun, kehilangan Sinta sang istri yang diculik oleh raja raksasa Rahwana dari Alengka, sampai akhirnya dengan bantuan bala tentara kera pimpinan Sugriwa dan Hanoman harus memerangi seisi Alengka untuk merebut kembali Sinta. Hanya saja, cerita Ramayana versi Jawa berhenti di bagian Sinta diboyong kembali ke Ayodya dan Rama dinobatkan menjadi Raja. Itulah alasannya cinta luar biasa Rama-Sinta sering menjadi inspirasi setiap pasangan. Itu tadi beda dengan Ramayana asli versi India. Sekembalinya Rama dan Sinta ke Ayodya, mereka setelah beberapa lama hidup bersama akan lantas berpisah kembali selama bertahun-tahun. Itu terjadi karena beredarnya desas-desus di antara rakyat Ayodya yang meragukan kesucian Sinta selama tinggal di Istana Alengka. Alhasil, Sinta sampai harus bermukim di hutan dan melahirkan maupun membesarkan sepasang anak kembarnya, Lawa dan Kusya, di sana. Bharatayuddha Lakon akbar lain dari India yang digubah ke latar budaya adalahMahabharata. Penggubahannya pun memunculkan banyak versi yang fokus kepada salah satu bagian di antara contohnya adalah Arjunawiwaha, Bharatayuddha, Hariwangsa, Krsnayana, Ghatotkacasraya, hingga Sudamala. Namun, dari sekian banyak sastra gubahan atas Mahabharata, Bharatayuddha adalah satu yang terpenting. Ini antara lain karena kakawin tersebut fokus kepada fragmen terpenting dari Mahabharata, yakni perang besar kubu Pandawa dan Kurawa di Padang Kurusetra, yang merupakan pula klimaks dari keseluruhan alur cerita Mahabharata. Bharatayuddhaberarti “Perang [Wangsa] Bharata. Cerita tersebuti ditulis tahun 1157 oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, atas perintah Maharaja Jayabhaya dari Kediri. Konon sebagai simbol keadaan perang saudara antara Kediri dengan sesama cabang Wangsa Isyana, yakni Janggala. Sebagaimana dipaparkan Zoetmulder dalam Kalangwan, Bharatayuddadibuka dengan kisah Krisna menjadi duta pihak Pandawa yang mendatangi Istana Hastinapura untuk berunding dengan kubu Kurawa. Sayangnya, proposal perdamaian yang diajukan Krisna ditolak dan bahkan dihina pihak Kurawa, menjadikan perang di Kurusetra tak lagi bisa terhindarkan. Cerita kemudian berlanjut dengan penggambaran hari demi hari peperangan di Padang Kurusertra. Itu mulai dari ketika Sweta alias Seta menjadi panglima pihak Pandawa, sedangkan Bhisma menjadi panglima pihak Kurawa. Dipungkasi dengan rangkaian perang tanding Bima melawan Duryudana, aksi gerombolan Aswatama melakukan serangan tengah malam ke perkemahan pihak Pandawa, lalu perjalanan menuju surga yang dilakukan oleh Krisna dan lima bersaudara Pandawa. Bharatayuddayang berbahasa Kawi kemudian diadaptasi ke bahasa Jawa Baru dengan judul Serat Bratayuddha. Penggubahan selanjutnya ini dikerjakan oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta. Dalam waktu kurang lebih beriringan, Bharatayuddha ditulis ulang dengan judul Serat Purwakandha oleh pujangga Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V. Penulisan ulangnya dimulai tanggal 29 Oktober 1847 hingga 30 Juli 1848. * BaikRamayana versi Jawa maupun Bharatayuddha selaku kakawin terpenting di antara sekian gubahan Mahabharatapada dasarnya mengandung suatu pesan moralpengingat bahwa harapan itu selalu ada, meski kesulitan datang silih berganti. Alang-alang dudu aling-aling margining keutamaan. Demikian sepenggal petuah bijak yang dikenal orang Jawa dalam hal memandang masalah dan dalam kehidupan semestinya tidak dilihat sebagai penghambat, tetapi justru menjadi jalan bagi kesempurnaan. Jadi jangan sampai ada pemikiran untuk lari dari permasalahan. Hadapilah dan selesaikan secara tuntas. Apapun hasilnya pasrahkan pada Yang Maha Kuasa. Bagi orang Jawa yang kini mayoritas menganut Islam, pesan moral seperti di atas tentu dapat pula dikenal selaras dengan apa yang ada dalam QS. Al-Insyirah 5-6 “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ” DAFTAR PUSTAKA Iyegar, Kodaganallur R. Srinivasa. Asian Variations in Ramayana. Papers Presented at the International Seminar on Variations in Ramayana in Asia Their Cultural, Social, and Anthropological Significance, New Delhi, Januari 1981. Jatmiko, Adityo. 2015. Tafsir Ajaran Serat Wedhatama. Yogyakarta Pura Pustaka. Poerbatjaraka, Prof. Dr. 1952. Kapustakaan Djawi. Jakarta Djambatan. Raffles, Thomas Stamford. 2015. The History of Java. Yogyakarta Narasi. Riyanto, Mas. 2018. Bharatayuda Jayabinangun. Uwais Inspirasi Indonesia. Swantoro, Pollycarpus. 2016. Dari Buku ke Buku. Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia. Zoetmulder, 1983. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta Djambatan.
Nalikashinta lagi ngei sedekah,dewekke ditarik mentu saka bunderan mau landigowo mabur karo rahwana. Lan kadadean perang antaramanuk jatayu lan rahwana. Ananging manuk jatayu kalah lan kelangan loro sayape lan rahwana lungo gowo shinta. Sakwijineng dina rama lan laksmana mentu lan ketemu karo manuk jatayu sing wis kejet kejet.
Kitab Baratayuda disebut juga dengan Kakawin Bhāratayuddha, merupakan karya sastra Jawa Kuno yang awalnya ditulis oleh Mpu Sedah lalu kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh. Adapun isi dari Kakawin Baratayuda ini adalah kisah perang saudara antara Korawa dan Pandawa, peperangannya sendiri disebut dengan istilah Perang Bharatayuddha. Kitab Bhāratayuddha ditulis atas perintah Maharaja Jayabaya di tahun 1157, ia adalah penguasa dari Kerajaan Kediri. Sebenarnya kitab ini merupakan simbolisme dari perang saudara yang terjadi antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala. Kedua kerajaan ini sama sama merupakan keturunan raja Erlangga. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana V, Kitab Bhāratayuddha digubah dengan menggunakan bahasa jawa baru oleh pujangga bernama Yadisapura. Hasil gubahan tersebut kemudian dikenal dengan nama Serat Barathayudha. Dengan demikian, kitab Baratayuda adalah karya sastra Jawa Kuno yang awalnya ditulis oleh Mpu Sedah lalu kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh yang berisi kisah perang saudara antara Korawa dan Pandawa.
anakmuda cerita perang baratayudha. duryudana gugur akhir bharatayuda. bharatayudha 8 rubuhan - duryudana gugur wayang indonesia. hakekat perang baratayudha wiahartono blogspot com. cerita baratayuda versi jawa - basedroid. baratayuda wikipedia bahasa indonesia ensiklopedia bebas. kisah bharatayudha wayanggokil blogspot com. fakta ilmiah
Perang Baratayuda adalah istilah di Indonesia untuk menyebut laga besar di Kurukshetra, sebagai klimaks perseteruan antara Pandawa dan Kurawa. Pihak Kurawa yang berambisi untuk menguasai Astinapura, melakukan segala cara untuk menyingkirkan Pandawa yang sebenarnya merupakan saudara mereka sendiri. Namun semua usaha tersebut gagal, sehingga meletuslah peperangan 18 hari di padang Kurusetra yang melibatkan banyak kerajaan India masa lampau. Makin penasaran dengan seluk-beluk pertikaian dua kubu dalam trah keluarga Baratha, yang menjadi bagian dari sejarah kelahiran mereka? Ikuti penjabaran dan pengertian selengkapnya berikut ini, yuk! Sejarah Perang Baratayuda1. Latar Belakanga. Persyaratan Satyawatib. Dendam Gandaric. Konflik pada Masa Kanak-Kanakd. Percobaan Pembunuhan Pandawae. Keberadaan Drupadi dan Kesalahan Yudistiraf. Pengasingan Pandawa2. Upaya Membatalkan Baratayuda3. Pertemuan Arjuna dan Duryudana dengan Krishna4. Ikrar Janji dari Salya5. Rumusan Peraturan Dharmayuddha6. 100 Lilin dari Kunti7. Genderang Pertempurana. Babak Pertamab. Babak Keduac. Pahlawan dalam Perang Baratayudhad. Tawur Demi Kemenangan8. Akhir Perang Bharatayudha Intervensi KrishnaRahasia Perancangan Baratayuda oleh Para Dewa BocorTokoh-Tokoh yang Terlibat1. Kresna2. Drona3. Raja Wirata4. Bhima5. Arjuna6. Gatot KacaDampak dan Buah Kelakuan Para KesatriaPerbedaan Versi CeritaPeta Peperangan Sejarah Perang Baratayuda 1. Latar Belakang Sumber Sebagaimana versi Mahabarata, puncak perselisihan antarkeluarga ini dipimpin oleh Puntadewa atau Yudhistira dan sepupunya Duryudana. Perlu kiranya menelusuri sejarah asal muasal kelompok Pandawa dan Kurawa terlebih dulu, untuk mengetahui dan memahami penyebab Baratayuda. Penyebabnya tak bisa digambarkan secara sederhana, karena banyaknya tokoh dan faktor yang terlibat, yang menjadi akar perang ini, yaitu a. Persyaratan Satyawati Sumber Satyawati, istri kedua yang ingin dipersunting Raja Sentanu memberi syarat agar pemegang hak atas tahta Astinapura berasal dari keturunannya. Keraguan Sentanu untuk memenuhi itu diselesaikan dengan janji Bisma, yang tak akan mengklaim tahta bahkan tak akan menikah selamanya. Sumber Sentanu dan Satyawati berputra Citranggada, pengganti Sentanu menjadi Raja Kuru tetapi tewas dalam pertempuran tanpa meninggalkan istri maupun keturunan, dan Wicitrawirya. Sang adik lalu menjadi Raja Kuru dan menikahi Ambika dan Ambalika, tapi mati dalam usia muda karena penyakit paru-paru tanpa punya anak. Baru melalui perantara ritual Resi Byasa, kedua jandanya memiliki Dretarastra putra Ambika dan Pandu putra Ambalika. b. Dendam Gandari Bibit perselisihan antara Pandawa dan Korawa dimulai sejak Pandu membawa pulang tiga orang putri dari tiga negara berbeda ke Astinapura, yaitu Kunti, Gendari, dan Madrim. Pandu mempersilakan kakaknya, Dretarastra, yang buta untuk memilih salah satu dari mereka. Kebutaan Dretarastra menyebabkannya mengangkat satu persatu ketiga putri itu untuk memilih berdasarkan berat mereka. Pilihannya jatuh kepada Gendari, karena bobot yang paling berat sesuai dengan asumsinya mengenai kemudahan melahirkan banyak anak, sesuai keinginannya. Kontan saja putri dari Kerajaan Plasajenar itu tersinggung dan sakit hati kepada Pandu, karena tak ubahnya piala bergilir. Ia bersumpah bahwa kelak, keturunannya akan menjadi musuh bebuyutan bagi anak-anak Pandu. c. Konflik pada Masa Kanak-Kanak Sumber Sepeninggalan Pandu, anak-anaknya kian menderita karena selalu menjadi target kejahatan Kurawa. Yudhistira adalah putra tertua Dinasti Kuru yang berhak menjadi Raja sejak Amarta diserahkan oleh Dretarastra kepada sang adik –karena kebutaannya. Ia hanya pengganti sementara sampai Yudistira dewasa, tapi 100 bersaudara Kurawa berpendapat lain karena sumpah dari sang ibu. Sumber Ada keinginan yang sangat kuat dari Duryudana, putra tertua Kurawa, terhadap takhta Dinasti Kuru. Timbullah niat-niat jahat dalam diri Duryudana untuk menyingkirkan Pandawa dan ibunya, bersama adik dari Gendari, Sangkuni. d. Percobaan Pembunuhan Pandawa Sumber Duryudana dan pamannya berusaha menyingkirkan Yudhistira bersama saudara-saudaranya dengan segala cara, termasuk melalui upaya pembunuhan. Duryudana membuat alat pesta dan istana yang mudah terbakar, lalu mengundang Pandawa serta Kunti untuk berpesta. Ia meminta mereka agar mengonsumsi minuman bercampur obat tidur di sana. Beruntung siasat mereka selalu gagal, karena Pandawa berada dalam lindungan sang paman, Widura. Dan Sri Kresna, sepupu mereka, sehingga selamat dari percobaan pembunuhan tersebut. Pandawa dan ibunya kemudian melarikan diri ke hutan dan berkelana. e. Keberadaan Drupadi dan Kesalahan Yudistira Sumber Pandawa mendengar sayembara yang diadakan di Kerajaan Pancala dalam pelarian mereka. Pemenangnya, siapapun dia, berhak menikahi putri Raja Panchala yang tak lain adalah Drupadi. Ketika Arjuna dan Bima membawa Drupadi pulang, tanpa tahu apa yang dibawa, Kunti menyuruh mereka membagi rata hadiahnya, sehingga Drupadi menjadi istri kelima Pandawa. Agar tak ada lagi pertikaian sekembalinya Pandawa, maka kerajaan Kuru dibagi menjadi dua, yaitu Astinapura untuk Kurawa, dan Kurujanggala untuk Pandawa. Kunjungan Duryudana ke istana Indraprastha mengawali kebencian dan dendamnya kepada Drupadi, karena suatu insiden. Sumber Maka disusunlah siasat licik sebagai pembalasan dendamnya melalui permainan dadu yang terus mengalahkan Yudistira, sampai mempermalukan Drupadi yang berusaha ditelanjangi oleh Dursasana. Melihat itu, kegeraman Bima memuncak dan memastikan kematian Dursasana berada di tangannya. f. Pengasingan Pandawa Kelicikan dalam permainan dadu mengakibatkan Kerajaan Amarta diambil alih Kurawa. Pandawa harus angkat kaki dari istana untuk menjalani hukuman pengasingan selama 12 tahun, dan setahun penyamaran sebagai rakyat jelata. Namun setelah berakhirnya masa pengasingan, Kurawa tetap tak mau menyerahkan kembali hak-hak para Pandawa, yaitu takhta dan wilayah Amarta. Bahkan Sri Kresna sebagai duta Pandawa yang menemui Kurawa, malah berani-beraninya dikeroyok oleh para prajurit di alun-alun, sampai-sampai terpaksa ber-Triwikrama. Akhirnya keputusan diambil lewat pertempuran, dan memicu terjadinya perang Baratayuda yang tak dapat dihindari lagi. 2. Upaya Membatalkan Baratayuda Seorang begawan bernama Surya Dadari diangkat menjadi penasehat Kerajaan Astina. Meski berada di kerajaan Duryudana, para kesatria Pandawa juga terpikat dan berguru kepadanya. Maka tercetuslah ikrar Begawan Surya Dadari untuk menyatukan Pandawa dan Kurawa. Namun upaya yang sesungguhnya merupakan niat buruk Patih Sengkuni itu mendapat perlawanan dari Kresna dan Semar. Surya Dadari sebenarnya ingin kedua pamomong Pandawa itu menjadi saksi penyatuan Kurawa dan Pandawa agar gagalkan berlangsungnya Perang Baratayuda. Namun menurut Semar, Perang Baratayuda itu tak terhindarkan, karena memang harus terjadi dan sudah kodrat. Akhirnya wujud Begawan Surya Dadari berubah menjadi dewa, lalu mengakui kesalahan yang dilakukannya. 3. Pertemuan Arjuna dan Duryudana dengan Krishna Menjelang masa-masa kian mendekati hari peperangan, pihak Kurawa dan Pandawa merasa perlu meminta dukungan Kerajaan Dwaraka. Krishna masih terlelap dalam tidurnya saat kedatangan dua keturunan leluhur Dinasti Kuru tersebut. Ketika bangun, yang tampak kali pertama oleh Krishna adalah Arjuna yang duduk dekat kakinya, baru kemudian ia melihat Duryudana di kursi dekat kepalanya. Arjuna meminta Krishna ada di pihak mereka meskipun tanpa senjata. Sementara Duryudana memilih bala tentara Dwaraka lengkap dengan persenjataannya. 4. Ikrar Janji dari Salya Saat Pandawa dan pasukannya sedang sibuk mempersiapkan perang, Salya, Penguasa Kerajaan Madradesa itu menata pasukan dalam jumlah besar untuk menggabungkan diri dengan Pandawa. Begitu terdengar oleh Duryudana, ia langsung memerintahkan pembangunan tempat peristirahatan yang indah, dan menyediakan limpahan makanan dan minuman di sepanjang jalur pasukan Salya. Karena sangat senang dengan pelayanan itu dan mengira semua itu telah diatur oleh Yudhistira, Salya beniat menghadiahi semua yang telah menyambut dia dan pasukannya. Keramahtamahan Duryudana membuat Salya terbuai lalu menjanjikan balasan. Maka Duryudana pun meminta keberpihakan Salya dan bala tentaranya sebagai balas budi. Salya tak kuasa menolak permintaan itu, dan mengabaikan cinta dan kehormatan yang sesungguhnya lebih pantas untuk para Pandawa. 5. Rumusan Peraturan Dharmayuddha Menjelang pecahnya Perang Baratayuda, ada pertemuan penting antara pihak Kurawa dan Pandawa untuk membuat deretan perjanjian penting bernama Dharmayuddha, antara lain Perang dimulai saat matahari terbit, dan harus berhenti saat matahari terbenam. Harus dilakukan satu lawan satu, dilarang mengeroyok prajurit yang sendirian. Dua kesatria diizinkan berduel pribadi, bila punya senjata atau kendaraan yang sama. Dilarang membunuh prajurit yang telah menyerahkan diri. Prajurit yang telah menyerahkan diri itu harus jadi tawanan perang atau budak. Kesatria yang tak bersenjata dilarang dilukai atau dibunuh. Prajurit yang sedang dalam keadaan tidak sadar dilarang dilukai atau bahkan dibunuh. Orang yang tak ikut ke tengah medan perang atau binatang dilarang dilukai atau bahkan dibunuh. Dilarang melukai atau bahkan membunuh dari belakang. Dilarang menyerang wanita. Ketika sedang menggunakan gada, tidak boleh memukulkannya ke bagian pinggang ke bawah. Dilarang berlaku curang atau tidak adil dalam berperang. Walau aturan-aturan ini memang telah disepakati, “sayangnya” tetap saja dilanggar oleh kedua belah pihak demi meraih kemenangan. 6. 100 Lilin dari Kunti Satu perkara yang membuat Duryudana dan para Kurawa lainnya ketar-ketir menjelang perang besar, karena hidup mati mereka sudah ditandai oleh ibu kandung Pandawa, Dewi Kunti. Kunti membakar 100 lilin yang tak bisa dimatikan, karena menjadi penanda setiap nyawa Kurawa yang melayang di medan perang. Gandari menangis melihat hal itu, karena tak sanggup menerima ajal kematian Duryudhana dan 99 anak lainnya di palagan Baratayudha nanti. Selama 18 hari perang berlangsung, Gendhari senantiasa menunggui lilin-lilin itu dengan setia. Apa yang dilakukan Kunti itu dilandasi rasa sakit hati atas perilaku para Kurawa yang tak adil kepada Pandawa, padahal ia selalu menahan sabar bertahun-tahun melihat perilaku mereka. 7. Genderang Pertempuran Pertempuran yang berlangsung selama 18 hari ini adalah peperangan sampai mati, maka kesatria yang berhasil mempertahankan nyawanya adalah pemenang. a. Babak Pertama Sumber Baratayudha dibuka dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang di kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan Arya Utara sebagai pendamping di sayap kanan dan Arya Wratsangka di sayap kiri. Ketangguhan ketiganya telah dikenal dan sama-sama berasal dari Kerajaan Wirata. Sumber Sementara pihak Kurawa mendaulat Bisma Resi Bisma sebagai panglima perang dengan Pandita Drona dan Prabu Salya, Raja Kerajaan Mandaraka, sebagai pendampingnya. Sumber Pasukan Pandawa yang berjumlah lebih kecil membentuk 7 divisi dengan Formasi Bajra atau Brajatikswa senjata tajam, yang memungkinkan mereka menyerang pasukan yang lebih besar. Sedangkan sebelas divisi bentukan Kurawa menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti “gunung samudra” dari Bisma. Serangan balatentara Kurawa laksana gulung-gulungan gelombang lautan, sedangkan serangan pasukan Pandawa pimpinan Resi Seta bagai tusukan senjata yang langsung ke pusat kematian. Arya Utara gugur dalam babak pertama peperangan ini di tangan Prabu Salya, sedangkan Pandita Drona berhasil menewaskan Arya Wratsangka. Bersenjatakan Ajian Nagakruraya dan Dahana, Busur Naracabala serta Panah kyai Cundarawa, juga Kyai Salukat, Bisma menghadapi Resi Seta dengan Gada Kyai Lukitapati-nya, pengantar kematian bagi yang mendekatinya. Duel keduanya saling mengimbangi dan sangat seru, sampai akhirnya Bisma bisa menewaskan Resi Seta. b. Babak Kedua Sumber Gugurnya Resi Seta menyebabkan Pandawa mendaulat pimpinan perang baru, yakni Drestadyumna Trustajumena dalam Baratayudha. Sedangkan Bisma tetap memimpin batalyon Kurawa. Kedua kubu menggunakan siasat yang sama dalam babak ini, yaitu Garuda-nglayang Garuda terbang. Usai menyaksikan gugurnya para komandan pasukannya, Bisma maju ke medan pertempuran, mendesak banyak barisan, dan menggempur ratusan lawan. Kresna menunjukkan jalannya untuk mengatasi kesaktian sesepuh itu, yakni mengirim Dewi Wara Srikandi menghadapinya. Sumber Srikandi adalah seorang wanita yang berubah menjadi pria, karena itu ia digunakan sebagai tameng karena Bisma akan merasa segan untuk menyerangnya. Bisma seketika menyadari akhir dari usianya sudah dekat saat melihat sosok Srikandi, maka ia tak memberi perlawanan berarti. Arjuna memanfaatkannya dengan perantara panah Hrudadali yang dilepaskan oleh istrinya, Srikandi, hingga menembus zirah Bisma sampai ke dagingnya. Bisma masih bertahan hidup bersama ratusan panah di sekujur tubuhnya, karena memiliki anugerah yakni menentukan waktu kematian sendiri. Karenanya, Bisma masih menyempatkan diri memberi wejangan ke para cucu yang berperang, sampai menyaksikan kekalahan Kurawa. c. Pahlawan dalam Perang Baratayudha Sumber Adipati Karna yang enggan menggunakan Kuntawijayadanu saat menghadapi Gatotkaca, berencana hanya akan melepaskan senjata sakti itu jika berhadapan dengan Arjuna. Namun saat Duryudana menyaksikan banyaknya korban yang berjatuhan dan kerusakan di pihaknya gara-gara Gatotkaca, ia mendesak Karna melesatkan senjata pamungkas itu. Saat Adipati Karnna memanahkan Kuntawijayadanu, senjata itu terbang teramat tinggi. Kesaktian senjata itu terus memburu Gatot Kaca bagai peluru kendali, seakan dirasuki roh Paman Kalabendana yang dulu pernah dizaliminya. Sumber Gatotkaca masih ingat pelajaran dari Kumbakarna, mengenai pemusnahan sebanyak mungkin musuh sebelum mati. Maka Gatotkaca berusaha menjatuhkan diri tepat pada tubuh Adipati Karna saat ia jatuh ke Bumi. Tetapi kewaspadaan senapati Kurawa itu tak bisa dianggap remeh, karena dengan cepat ia melompat menghindar. Sumber Jatuhnya tubuh putra Bima itu memang hanya menghancurkan kereta perang, tapi semua senjata di dalamnya yang meledak malah membunuh banyak pasukan Kurawa. Pada hari ke-16 nantinya, giliran Karna yang menjadi panglima pasukan dan berhadapan dengan Arjuna. d. Tawur Demi Kemenangan Baratayuda juga membutuhkan korban tumbal sebagai syarat kemenangan tiap pihak yang berperang. Resi Ijrapa dan putranya, Rawan, sukarela menumbalkan diri sebagai korban Tawur untuk Pandawa, karena mendapat pertolongan Bima dari bahaya raksasa. Antareja sang putra Bima bersedia pula menjadi tawur, menewaskan diri sendiri dengan menjilat bekas kakinya sendiri. Sementara itu Sagotra, hartawan yang punya hutang budi kepada Arjuna juga ingin berkorban bagi Pandawa. Namun ia malah terkena tipu muslihat Kurawa, dan dipaksa menjadi tawur bagi mereka. Meski menolak mentah-mentah, akhirnya Dursasana membunuhnya sebagai tawur pihak Kurawa. 8. Akhir Perang Bharatayudha Intervensi Krishna Sumber Dalam Baratayudha versi wayang, telah banyak kematian akibat keganasan ajian Candabirawa dari Prabu Salya di Padang Kuruksetra. Sebagai titisan Bathara Wisnu Prabu Kresna menyikapi itu dengan memerintahkan Yudhistira untuk menghadapinya, bersama pusaka Cakra Bagaskara, panah bermata cahaya sebagai bekalnya. Senjata itu melesat begitu cepat bak kilat, membentur tanah, terpental, dan menghunjam dada Prabu Salya yang menyepelekan kemampuan perang Yudhistira. Saat gugur Prabu Salya, seketika itu pula sepasukan raksasa kerdil dari ajian Candabirawa ikut berhenti menyerang dan musnah. Saat fajar merekah di ufuk timur palagan Kurusetra, Suyudana maju berperang menghadapi Wrekudara yang mengerikan. Kresna mengintervensi dengan isyarat pada Wrekudara untuk memukul paha Suyudana yang tersingkap. Wrekudara pun memukul paha Suyudana yang telah bertarung dengan kemuliaan tinggi hingga ia jatuh tersungkur dan merintih kesakitan. Telah hampir seluruh prajurit di kedua pihak meregang nyawa hanya tersisa tujuh senopati Pandawa yang masih hidup, di antaranya Pandawa lima, Satyaki, dan Yuyutsu. Sementara Kurawa hanya menyisakan tiga senopati, yakni Krepa, Aswatama, serta Kertawarma. Sumber Pada akhirnya Yudistira dinobatkan menjadi raja di Kuru atau Hastinapura. Ia lalu menyerahkan takhta kepada cucu Arjuna, Parikesit, usai sekian waktu mengemban tampuk kepemimpinan itu. Bersama Drupadi dan keempat saudara Pandawa, ia melaksanakan perjalanan spiritual dengan menapaki Gunung Himalaya untuk tujuan terakhir atas perjalanan hidup mereka. Sayangnya, Drupadi beserta keempat Pandawa adik-adik Yudhistira meninggal dalam pertengahan jalan. Tinggal menyisakan Yudhistira sendiri yang berhasil sampai di puncak, lalu dianugerahkan izin untuk memasuki surga oleh Bathara Dharma sebagai manusia. Rahasia Perancangan Baratayuda oleh Para Dewa Bocor Sumber Konon sebelum kelahiran Pandawa dan Kurawa, konfrontasi ini sudah ditetapkan kapan terjadinya oleh para dewata. Saat sudah hampir tertulis semua tokoh-tokoh yang akan terlibat, dua nama terakhir sedang dibahas, yakni Baladewa di pihak Kurawa dan siapa yang akan dihadapinya. Tetapi tinta yang tengah digunakan oleh para dewa malah ditumpahkan lebah putih yang tiba-tiba datang menghampur entah dari mana, membatalkan kisah Baladewa berperang. Padahal juru tulis kadewataan tinggal menggoreskan nama yang akan melawan sang Kakrasana itu. Ialah Sri Batara Kresna, yang menjelma sebagai lebah putih itu untuk menyadap sidang para dewa, sehingga ia pun tahu persis siapa saja yang akan bertemu ajalnya dalam Baratayuda. Para dewa hanya tertegun saat tahu penulisan kitab yang diberi nama Jitapsara itu ternyata disadap. Maka sebagai gantinya, Kresna harus menyerahkan Kembang Wijayakusuma, pusaka yang bisa menghidupkan orang mati. Tokoh-Tokoh yang Terlibat Sejumlah kecil tokoh yang terlibat dalam konfrontasi raksasa di medan Kuruksetra antara lain 1. Kresna Sumber Salah satu wujud reinkarnasi Dewa Wisnu dengan wajah yang tampan, favorit siapa saja. Warna kulitnya gelap –beberapa kisah menggambarkan warna kulitnya adalah biru. Sumber Krisna menjadi ipar dari Arjuna, sejak Arjuna menikahi adiknya, Subadra. Krisna memosisikan diri agar bersikap adil dalam perang Baratayudh. Ia tak membela Pandawa secara langsung sebagai kesatria tempur, melainkan hanya mengusiri kereta Arjuna. 2. Drona Sumber Drona memang adalah mahaguru para Kurawa dan Pandawa, tapi murid yang paling disukainya adalah Arjuna. Walau kasih sayang ini tetaplah yang kedua bila dibandingkan dengan rasa kasih sayang kepada putranya sendiri, Aswatama. Drona sangat ahli dalam seni pertempuran bahkan melakukan pengembangan-pengembangan, termasuk Dewāstra. 3. Raja Wirata Wirata adalah raja yang memberi pertolongan kepada para Pandawa untuk bersembunyi dalam kerajaannya selama masa pengasingan mereka. Asalnya adalah dari Dinasti Kerajaan Matsya, yang kemudian mendirikan kerajaan baru, yakni Kerajaan Wirata. Raja Wirata punya tiga putra, antara lain Utara, Sweta, lalu Sangka. Ia juga turut-serta ke dalam perang besar di palagan Kurukshetra dengan berpihak kepada Pandawa. 4. Bhima Sumber Raden Werkudara atau Pangeran Bima adalah putra kedua Dewi Kunti dan Prabu Pandudewanata. Sumber Walau sesungguhnya ia adalah putra dari Batara Bayu, karena Pandu yang tak bisa memberi keturunan gara-gara kutukan dari Begawan Kimindama. Namun ajian Adityaredhaya milik Dewi Kunti mampu menyebabkan pasangan tersebut bisa punya keturunan. 5. Arjuna Sumber Raden Arjuna atau Janaka dalam versi pewayangan Jawa adalah putra ketiga pasangan Prabu Pandu dan Dewi Kunti. Ia kerap pula disebut Kesatria Panengah Pandawa. Sebagaimana keempat saudaranya, Arjuna pun sebenarnya adalah putra dari Dewa Indra. Menurut versi orang Jawa, Arjuna melambangkan manusia dengan tingkatan ilmu yang tinggi, tapi selalu ragu untuk bertindak. Tampak jelas sekali bukti adanya hal itu, saat ia kehilangan gairah begitu tahu akan berhadapan dengan saudara sepupu, bahkan para gurunya di medan Kuruksetra. 6. Gatot Kaca Sumber Gatotkaca sang putra Raden Bimasena Bima atau Wrekudara adalah tokoh yang tak bisa dianggap angin lalu dalam keluarga Pandawa. Sang ibu, yang berasal dari bangsa raksasa, bernama Hidimbi Arimbi. Kesatria ini dikisahkan punya kekuatan dahsyat dan luar biasa, baik fisik maupun pemahaman spiritual. Ia telah menewaskan banyak sekutu Korawa sepanjang pertempuran besar di Kurukshetra, hingga gugur oleh senjata pamungkas milik Karna. Dampak dan Buah Kelakuan Para Kesatria Sumber Para kesatria pun baru memetik buah kelakuannya sepanjang kehidupan saat dalam Bharatayuda Abimanyu yang berstatus telah menikahi Siti Sendari, malah berbohong saat melamar Dewi Utari, sang putri Wirata. Ia justru mengaku “belum” menikah, bahkan sampai berani bersumpah tubuhnya akan diserang dengan sangat banyak senjata, bila ia memang sudah beristri. Kalabendana, paman Gathutkaca, yang tewas saat kepalanya dipukul dikeplak tanpa sengaja oleh keponakannya sendiri, karena membenarkan bahwa Abimanyu telah menikahi Dewi Utari. Maka saat Gathut rssf menerjang medan laga, Kalabendana menitiskan diri ke senjata Kunta milik Karna dan menjemput ajal putra dari bangsa raksasa itu. Narpati Basukarna Karna yang membohongi Ramabargawa atau Begawan Parasurama dengan mengaku sebagai anak Brahmana saat akan berguru kepadanya. Usai menurunkan semua kesaktiannya dan mengetahui kebohongan itu, Parasurama menyumpahi Karna bahwa semua ilmunya tidak akan berguna ketika sudah tiba waktunya. Perbedaan Versi Cerita Beberapa perbedaan lain yang terdapat dalam Kisah Baratayuda dibanding versi India di antaranya Lokasi seluruh kisah Baratayuda mulai dari masa leluhur Dinasti Kuru sampai akhir perjalanan Pandawa dibuat seolah-olah berada di Pulau Jawa. Penambahan kisah-kisah selipan di antara rangkaian peristiwa asli yang tentunya tak ada dalam epos Mahabharata versi India, termasuk kemunculan “tokoh-tokoh kembangan” seperti Punakawan. Kisah Kakawin Baratayudha pada gilirannya diadaptasikan ke Bahasa Jawa Baru berjudul Serat Baratayuda, oleh pujangga bernama Yasadipura I pada era Kasunanan Surakarta dulu. Sedangkan di Yogyakarta, wiracarita Baratayuda ditulis ulang menggunakan judul Serat Purwakandha pada era kepemimpinan Sri Sultan HB V. Proses penulisannya sendiri mulai 29 Oktober 1847 dan selesai pada 30 Juli 1848. Peta Peperangan Sumber Pada peta ini, cukup jelas bagaimana seseorang menempuh perjalanan dari atau ke Pancala dan Kuru. Sumber Dalam peta ini, ditunjukkan rute yang harus ditempuh bila ingin menuju Indraprastha dari Hastinapura. Sumber Dinasti Kuru bukanlah penguasa seluruh tanah India, karena masih ada sejumlah wilayah lain yang mengelilinginya. Bagaimanapun juga, peristiwa Baratayuda memang sudah ditakdirkan untuk terjadi. Dua kubu yang selalu bermusuhan harus saling bentrok di palagan Kuruksetra, antara trah Kurawa dan Pandawa, walau keduanya masih terpaut darah ikatan bersaudara.
SurotoAnoman Maneges Martono. Perang Jawa Kehormatan Darah dan Airmata 3 Akarasa. Persiapan Perang Baratayudha di Istana Negara. 5 Besar Perang BARATAYUDHA 2 Lapak Padel Independent Tegal. Cerita Baratayuda Versi Jawa - BaseDroid. BARATAYUDA 1 Preview Baratayuda amp Kresna Gugah. Rumah Wayang Cerita Baratayudha scribd com. Cerita Wayang
Kematian Sakuni. Kepingan badannya dilempar ke lima penjuru dunia. karya Herjaka HS Karna menjadi panglima perang, dan berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa. Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambar kereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya. Pertempuran terus berkobar, Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada. Kresna mengadakan tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang. Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa. Pada waktu tengah malam, Yudhisthira meninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya. Mereka khidmat menghormat kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah. Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya. Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana, kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya. Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah Arjuna. Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa. Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih. Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit, dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya. Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju medan perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati bunuh diri di atas bangkai suaminya. Duryodhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempat-tempat suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha. Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa.. Subalidinata
VersiJawa mengisahkan, setelah sayembara Dropadi, para Pandawa tidak kembali ke Hastinapura melainkan menuju kerajaan Wirata, tempat kerabat mereka yang bernama Prabu Matsyapati berkuasa. Matsyapati yang bersimpati pada pengalaman Pandawa menyarankan agar mereka membuka kawasan hutan tak bertuan bernama Wanamarta menjadi sebuah kerajaan baru.
100% found this document useful 1 vote105 views2 pagesDescriptioncerita wayang, baratayudha. jawa tengah, wayang kulit, pandhawa kurawaCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote105 views2 pagesBaratayudhaDescriptioncerita wayang, baratayudha. jawa tengah, wayang kulit, pandhawa kurawaFull descriptionJump to Page You are on page 1of 2 You're Reading a Free Preview Page 2 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
eqh384K. jjwz430oak.pages.dev/187jjwz430oak.pages.dev/512jjwz430oak.pages.dev/469jjwz430oak.pages.dev/586jjwz430oak.pages.dev/84jjwz430oak.pages.dev/289jjwz430oak.pages.dev/531jjwz430oak.pages.dev/309
cerita baratayuda versi bahasa jawa